Konbini
- Djodi Hardi
- Nov 19, 2017
- 3 min read
Dari sekian cerita yang sudah saya bagikan sebelumnya, sering saya menyebutkan kata “konbini” hampir di setiap tulisan. Hewan jenis apakah itu?
“Konbini” (コンビニ) adalah kependekan dari “konbiniensu sutoa” (コンビニエンスストア). Sepertinya sudah dapat ditebak makanan seperti apa itu.

Convenience store.
Kita sering menyebutnya “minimarket”.
Jepang adalah negeri seribu konbini (sebutan saya sendiri). Dari mulai yang ukurannya besar hingga yang imut ada. Baik di dalam gedung kantor maupun di pedesaan dengan lokasi yang romantis juga ada. Tiga konbini raksasa yang kita kenal juga berasal dari Jepang: Sebun (Sebun irebun – 7-Eleven), Famima (Famirī māto – FamilyMart), dan Rōson (Lawson).
Dalam lika-liku kehidupan saya di Jepang, tak terhitung sudah konbini telah menyelamatkan saya. Ketika pulang lembur larut malam kelaparan, saya bisa membeli onigiri atau bento yang dihangatkan. Ketika terburu-buru berangkat ke kantor tanpa sempat sarapan, saya dapat berhenti dan membeli roti cokelat di konbini dalam waktu 2 menit. Dalam keadaan mendesak lainnya seperti sebelum naik bus, kereta api, atau pesawat ke luar kota pun, saya bisa membeli persediaan bekal perjalanan di konbini terdekat. Bahkan, saya bersyukur bisa membeli kaus kaki di konbini ketika kaus kaki saya basah karena hujan deras saat berangkat kerja di Tosu dan ketika berlibur di Kagoshima.

Famima di dalam terminal shinkansen Stasiun Hakata; tempat saya membeli bento untuk bekal selama perjalanan dari Fukuoka menuju Nagoya saat akan bertemu Hirotaka (27/3/2017).
Tak hanya itu, konbini juga menjadi tempat sehari-hari saya mengambil uang dari ATM. Saya juga biasa membeli buku dari amazon.co.jp dan membayarnya di konbini. Tiket perjalanan saya ke Kyoto, Osaka, Kagoshima, Hiroshima, Tokyo, dan Sendai juga saya beli di konbini. Kami berenam juga membeli tiket USJ (Universal Studio Japan) di konbini. Sedangkan untuk tiket masuk Museum Ghibli dan Museum Fujiko F. Fujio (Doraemon) hanya dapat dibeli di Lawson. Bahkan tak jarang konbini mempermudah kami dalam menentukan titik pertemuan ketika janjian di suatu tempat.
Konbini Awkward Moment...
Momen konbini paling awkward yang sering saya rasakan ialah ketika berkomunikasi dengan para pekerja asing paruh-waktu di konbini. Kalau kita pergi ke Jepang, kerap kita temui para staf dan penjaga kasir di konbini adalah orang-orang asing. Biasanya mereka adalah para mahasiswa asing yang sedang menempuh studi di Jepang. Mereka melakukan arubaito / baito (kerja paruh-waktu) untuk menambah pemasukan.
Sering saya temui diri saya berhadapan dengan penjaga kasir orang asing seperti dari India atau dari Vietnam yang sering saya jumpai di Famima di Stasiun Tosu. Terkadang dengan sendirinya kami saling berbicara menggunakan bahasa Jepang. Di situ saya sering merasa aneh dan tidak beres (awkward moment...). “Semuanya 500 yen”; “Baik”; “Nasinya mau dipanaskan?”; “Oh, boleh, terima kasih” (dalam bahasa Jepang). What the hell. Sepertinya mereka pun merasakan hal yang sama seperti saya. Pernah saya berhadapan dengan seorang penjaga kasir perempuan yang terlihat berasal dari India atau Pakistan di Sebun dekat Taman Ohori di Kota Fukuoka. Saya pura-pura tidak mengerti bahasa Jepang yang ia ucapkan. Langsung saja ia berbicara dalam bahasa Inggris. Haha... Sebenarnya kalau lebih nyaman saling berbicara dalam bahasa Inggris, tidak perlu sungkan. Lagi pula, saya kangen berbicara dalam bahasa Inggris selama di Jepang. Lidah samurai ini sudah terlalu sering mengatakan “Hai, hai; arigatou gozaimasu; hai... hai... hai,”.
(Gambar bisa diklik!)
Konbini sering saya jadikan indikator kehidupan di Jepang. Di mana ada konbini, di situ ada peradaban. Cahayanya senantiasa menerangi sepinya malam. Nasi bento-nya selalu mengisi perut pengelana ini. Saya selalu rindu mendengarkan bunyi-bunyian khas konbini ketika ia menyambut pelanggan yang masuk dan keluar. Konbini dan Jepang selalu menjadi dua gambaran yang tidak bisa dilepaskan satu sama lain.
Comments