Bagaimana Saya Bisa Bekerja di Jepang
- DJ
- Nov 5, 2017
- 5 min read

Tidak sedikit yang mengirimkan pesan pribadi atau sekadar nyeletuk ingin tinggal di Jepang dan bertanya bagaimana saya bisa bekerja di Jepang. Baiklah, saya akan ceritakan sedikit pengalaman saya hingga dapat mencari nafkah dan berpetualang di negeri yang indah ini. Tapi, jangan terlalu mengharapkan cerita perjuangan jatuh-bangun mengharukan seperti kisah-kisah menggapai beasiswa di internet, ya. Cerita saya mungkin tidak seinspiratif itu di mata kalian, tapi jelas memiliki kesan tersendiri dalam benak saya.
Saya sudah menyukai hal-hal berbau internasional sejak kecil. Ketika masih anak-anak, saya paling suka menonton berita internasional yang biasa tayang subuh-subuh. Dari sekian banyak koleksi ensiklopedia anak-anak yang saya miliki ketika masih TK, saya paling sering melihat-lihat yang edisi kota-kota dan panorama alam di dunia. Ketika pertama kalinya saya diajar bule di bangku SMP, saya langsung show off. Intinya, saya sudah memiliki ketertarikan yang besar akan hal-hal dari luar sejak dahulu. Berdoakan harapan ingin melihat dunia luar, saya selalu berusaha sebisa mungkin untuk mengambil kesempatan-kesempatan yang memberikan saya peluang untuk mewujudkan harapan itu.
Sebelumnya, saya memang berencana mendaftar ke Kemlu karena hasrat saya di bidang kebudayaan dan hubungan internasional. Berhubung pada saat saya lulus kuliah pada Februari 2016 Kemlu sedang tidak membuka pendaftaran, saya mencari peluang lain untuk bisa melihat dunia luar. Sekarang saya jabarkan rangkaian peristiwanya secara garis besar bagaimana saya dapat bekerja di Jepang.
Awal Mula Perjalanan Panjang
Sebenarnya banyak situs di internet atau jalan lain yang menawarkan peluang kerja ke Jepang. Namun, satu-satunya situs peluang kerja yang saya tahu pada saat itu hanyalah situs karier universitas saya, cdc.ui.ac.id, dan di sinilah saya menemukan info perusahaan yang mengantarkan saya sampai ke negeri Ghibli tersebut.
Saya tidak tahu-menahu mengenai perusahaan ini. Setelah sekilas membaca penjelasan, saya menangkap bahwa ini adalah perusahaan Jepang. Perusahaan ini membuka program management trainee, yang saya bahkan tidak tahu apa itu. Persyaratannya aman-aman saja: sarjana, IPK minimal 3.0, aktif berorganisasi, sehat jasmani-rohani. Benefit yang dituliskan meliputi pelatihan (standar), kursus bahasa Jepang (lumayan nih, karena saya suka anime-manga dan Jepang), dan peluang ke Jepang (cukup semangat). Saya berpikir, kalau yang diterima akan mendapat kursus bahasa Jepang, berarti nanti akan bekerja dengan orang Jepang. Di situ saya merasa senang karena saya bisa bertemu dan berkomunikasi dengan orang luar negeri. Ditambah lagi ada peluang ke Jepang (walaupun saat itu saya pikir sangat sulit untuk mendapatkan itu; hanya 10% mungkin, atau hanya yang super berprestasi saja). Tidak ada ruginya, saya buka saja laman yang dituju jika ingin mendaftar.
Saya isi formulir daring meliputi data diri, prestasi, dan motivasi melamar. Saya kumpulkan dalam waktu 20 menit. Dua minggu kemudian (seminggu sesudah wisuda), saya menerima surel berisi ucapan selamat karena lolos seleksi berkas dan diundang untuk menghadiri presentasi perusahaan dan focus group discussion di minggu depannya lagi.
Saya datang dan ikuti hari seleksi kedua pada hari Kamis, 18 Februari. Sesuai dengan topik yang diinstruksikan, saya dan grup saya melakukan diskusi yang kondusif dan konstruktif. Pada Sabtu malamnya, saya kembali mendapatkan surel berisi ucapan selamat telah lolos seleksi FGD dan dapat melanjutkan perjuangan menuju tahap group interview keesokan harinya.
Pada hari Minggu siang, saya menghadiri group interview, yaitu wawancara dalam satu grup berisi empat orang peserta dengan dua pewawancara secara bersamaan. Pertanyaan meliputi pengalaman memimpin dan aktivitas yang digeluti. Alhamdulillah, pada sore harinya, sekitar pukul 6, saya menerima surel pemberitahuan bahwa saya masih melanjutkan perjalanan menuju tahapan berikutnya, personal interview, di hari selanjutnya.
Hari Senin pagi menjelang siang, saya kembali menjalani seleksi personal interview dengan dua orang Jepang ditemani oleh seorang interpreter dan seorang staf Indonesia. Pertanyaan yang diajukan seputar diri saya, keluarga, visi, impian, prinsip hidup, metode pengembangan diri, hingga waktu terberat dalam hidup saya. Di tahap ini, sebaiknya kita menceritakan kisah hidup kita secara jujur apa adanya. Malam harinya, kembali saya mendapat surel yang menyatakan saya berhasil mencapai seleksi tahap akhir, yaitu final interview.
Selasa, 23 Februari 2016. Saya selalu ingat tanggal ini. Hari penentuan pekerjaan pertama dalam hidup saya. Sifat dari wawancara terakhir ini hanya memantapkan keputusan perekrut dan menyamakan pemahaman akan posisi yang akan diisi pelamar. Alhamdulillah, saat itu juga saya disodorkan kontrak dan dinyatakan lolos seluruh tahapan seleksi menjadi karyawan baru perusahaan tersebut. Saya tandatangani sore hari itu juga setelah sempat salat duha dan bertemu Lulu, sahabat karib saya, di UI pada siang harinya. Bukan main, hari itu menjadi salah satu hari yang paling membahagiakan untuk saya dan ibu saya.

Makan malam tepat setelah saya resmi menjadi bagian dari perusahaan. Tidak akan pernah lupa hari ini!
Masa-Masa Sulit Sebelum Keberangkatan
"Kalau ingin melihat pelangi, kita harus menerjang dahsyatnya badai terlebih dahulu. Kalau ingin melihat sakura, kita harus melewati bekunya musim dingin terlebih dahulu".
Setelah berhasil menaklukkan rangkaian seleksi yang intens, saya dijadwalkan untuk mengikuti kursus bahasa Jepang yang akan dimulai pada awal bulan April bersama empat orang peserta terpilih lainnya dari gelombang perekrutan seminggu setelah saya. Empat orang inilah yang akan menjadi keluarga baru tempat saya berbagi suka dan duka selama perjuangan menuju keberangkatan hingga selama menetap di negeri seribu konbini itu.
Celah masa kosong di bulan Maret saya isi dengan berpartisipasi sebagai LO dalam program pertukaran delapan mahasiswa Tohoku University di Universitas Indonesia. Sungguh pengalaman yang berkesan. Saya jadi bisa menambah teman dari Jepang dan sesama LO dari UI. Di sinilah saya bertemu sahabat karib saya yang lain, Hirotaka.
Saya mulai menjalani rutinitas belajar bahasa Jepang intensif sejak tanggal 3 April 2016. Saya mendapatkan kursus bahasa Jepang dan pelatihan bulanan, kosan di daerah Blok M, dan uang saku bulanan yang cukup besar – cukup untuk menafkahi saya dan ibu saya. Kami berlima – saya, Ayas, Cinin, Yoga, dan Zahra – berada dalam kelas yang sama memulai dari nol. Kegiatan kami setiap harinya dari Senin hingga Jumat hanya pergi ke tempat kursus dan belajar bahasa Jepang dari siang hingga malam hari. Ketika berada di Jepang, kami akan bekerja bersama dengan staf-staf orang Jepang lainnya seperti biasa. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan pun 100% bahasa Jepang. Jadi, kami harus belajar setiap hari demi meningkatkan kemahiran berbahasa Jepang kami. Jangan salah, meskipun tugas kami hanya belajar, stres dan tekanan mental yang kami alami cukup terasa. Hampir setiap minggu ada ujian yang nilainya akan dilaporkan kepada dua bos Jepang kami. Setiap bulan ada wawancara dengan dua bos Jepang tersebut untuk menguji bahasa Jepang kami dan memantau perkembangan belajar kami. Ritme belajar yang super cepat juga membuat kami kewalahan karena harus mengejar materi untuk dapat lulus JLPT N3 dalam waktu sekitar 6 bulan.
Namun, momen-momen menyenangkan juga senantiasa menghiasi rutinitas jenuh kami. Terkadang kami mengadakan pesta makan atau permainan bersama dengan sensei-sensei di tempat kursus kami. Sampai-sampai, kami sudah merayakan semua hari ulang tahun kita semua bersama-sama, kecuali Ayas yang berulang tahun di bulan Februari. Kami juga pernah melakukan perjalanan wisata ke Ciwidey selama satu hari dua malam. Sungguh waktu-waktu yang sangat berharga. Suka duka telah kami lalui bersama. Tidak heran, ikatan persaudaraan di antara kami berlima dan tiga orang senpai di kelas lain menjadi sangat erat. Kami menjadi dekat satu sama lain. Dapat merasakan perasaan masing-masing. Seperti anggota tubuh saja, ketika yang satu merasa tidak tahan dan putus asa akan kejenuhan dan ketidakpastian di tengah jalan, yang lain tidak pernah absen untuk menghibur dan meyakinkan kembali bahwa hari-hari cerah akan segera datang.
Hari cerah memang datang...
Kami mendapat kabar menggembirakan dari atasan kami bahwa kami berenam (dengan satu staf lain, Nadhila – dua yang lain sudah berangkat duluan) akan berangkat ke Jepang tanggal 4 Januari 2017. Kami mulai berhenti les awal bulan Desember dan harus mengikuti ujian JLPT N3 di pertengahan bulan. Visa sudah diurus sejak November. Setelah itu hingga keberangkatan kami bebas!!

Ketibaan kami di Bandara Internasional Fukuoka disambut dengan ucapan selamat datang.
Kami akhirnya terbang menggunakan ANA dari Bandara Soekarno-Hatta langsung menuju Bandara Haneda di Tokyo untuk transit selama satu jam sebelum melanjutkan penerbangan ke Fukuoka di Pulau Kyushu di selatan Jepang. Sungguh bersyukur akhirnya bisa menjejakkan kembali kaki di tanah kelahiran Momotaro ini setelah melewati masa-masa sulit bersama. Kalau dipikir-pikir, justru masa-masa abad kegelapan di tempat les itulah yang menempa mental kami, memoles lidah samurai kami, dan mengikat tali persaudaraan kami menjadi erat. Masa-masa ini juga memberikan saya waktu untuk membaca buku, berpikir apa yang ingin dilakukan dalam hidup, dan tentunya menjalankan proyek pertama saya dan Lulu selepas lulus, Friends du Jour!
Begitulah kisah bagaimana saya bisa menikmati pengalaman bekerja di Jepang. Dan perjuangan kami pun masih akan berlanjut di negeri sakura ini. 頑張ろー!
Comments